Jumat, 11 November 2016

Hana -Part 2-

Hana
Part 2

            “Han?” Seruku pelan. Memastikan Hana baik-baik saja. Namun tak ada jawaban. Hana menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.
            “Hana?” Seruku lagi. Aku shock. Benar-benar shock. Tidak biasa nya Hana seperti ini. Ini seperti bukan Hana.
            “Ha—“ Suara ku terhenti. Hana membuka tangan nya dan memperlihatkan wajahnya. Seketika kelas sepi. Bahkan beberapa dari mereka keluar dari kelas.
            “Loh? Han, ih? Tadi, Ak.. Aku tadi..” Kini lidah ku terasa kilu, tak dapat berkata apa-apa melihat air mata Hana yang tak juga berhenti jatuh dari pelupuk matanya.
            “Apa? Hah? APA?” Bentak Hana padaku. Tangan ku gemetar. Aku tak menyangka semua jadi seperti ini hanya karena aku bicara demikian.
            “Hana, maaf. Aku.. Aku tadi cuma niat bercanda”
            “Diam! Pergi lo dari sini. Pergi!” Kini Hana berdiri. Aku mendongak melihat wajahnya karena sedari tadi aku bicara dengan meletakkan lutut dilantai.
            “Han, beneran tadi itu—“
            “Pergi!” Bentak Hana lagi memotong bicara ku. Hana kembali terisak. Ia terduduk lagi dikursi. Seketika aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Aku tak biasa dalam kondisi seperti ini.
            Mungkin satu-satunya jalan hanya diam dan menunggunya berhenti menangis. Namun apa daya, keberadaanku disini hanya membuatnya semakin emosi. Aku menyesal. Sungguh menyesal. Andai kalimat tadi tak keluar dari mulutku, mungkin saat ini aku sedang bercanda, barmain atau bahkan berdebat mana yang lebih tampan antara Oh Sehun dan Xi Luhan. Hana, aku tak suka dengan keadaan seperti ini. Mengertilah! Apa perkataanku tadi sangat keterlaluan? Maafkan aku Han.
            Setelah kejadian itu, aku tak lagi bicara dengan Hana hingga pulang sekolah. Bahkan 2 hari setelah itu aku tak juga ada komunikasi dengan nya. Kini sekolah sedang diliburkan satu minggu untuk memperingati Hari Raya Idul Adha. Aku tak bisa bertemu Hana. Padahal aku ingin sekali lagi meminta maaf padanya.

                                                Email: Nabil_majid99@gmail.com
Teman-teman. Datang ke Reuni Kelas VI-1 tanggal
14 Sept di Cafe Sweetness jam 09.00 yah.
Jangan lupa. See you.
Nabil-Panitia


            Tiga hari setelah mendapat E-mail dari Nabil berlalu cepat. Semoga Hana datang dan teman-teman bisa membantu ku untuk berdamai dengan nya. Sudah pukul 08.45, tapi belum juga ada kabar teman-teman. Aku takut jika saja acara kali ini gagal karena banyaknya teman-teman yang sudah sibuk dengan urusan sekolahnya msing-masing.
            “Rachel!” Suara seorang perempuan. Sepertinya itu Luna yang akan mengajakku berangkat bersama. Dan benar saja di depan rumah sudah ada Luna dan Nabil. Mereka sengaja menjemput karena ternyata yang datang hanya sekian orang dari 28 siswa kelas.
            Sebelum berangkat ke Cafe kami berkumpul dahulu dirumah Faya. Rumah Faya memang sering digunakan teman-teman untuk berkumpul saat reuni sebelum pergi kesuatu tempat. Hana mana, mengapa dia tidak ada disini. Atau belum datang?  Bagaimana ini?
            “Eh Bil, yang datang cuma ini aja? Yang lain mana?” Tanya Faya pada Nabil. Dia sedang sibuk memarkirkan motornya didepan rumah Faya.
            “Nggak tau gue. Belum datang kali” Jawab Nabil sambil merogoh sakunya untuk mengambil handphone.
            “Itu si Hana jemput gih Bil. Lu kan jemputan umum”  Seru Faya cekikikan pada kalimat terakhirnya.
            “Yakali! Eh tapi dia bilang katanya ngga ikutan”
            “Kenapa?” Tanya ku. Aku takut jika ia tak ikut hanya karena ada aku.
            “Nggak tahu sibuk kali!” Jawabnya acuh.
            Aku ingat, beberapa hari sebelum aku dan dia bertengkar, dia sempat beberapa kali mengeluh kalau badannya pegal-pegal dan pusing. Apa dia tidak ikut reuni karena pegal ya? Atau sakit? Tapi tidak, saat itu aku bahkan melihat Hana meminum obat secara bulat-bulat walau pelajaran sedang berlangsung. Beruntung guru matematika saat itu tidak melihatnya. Keesokan harinya Hana sudah baikan. Dia terlihat semangat dan seperti biasa melakukan hal gila. Menyanyi-nyanyi dikelas sambil berteriak-teriak.
            “Yaudah nih kita jadi ke Cafe? Capek nih gue berdiri disini nungguin yang lain” Keluhku. Hampir setengah jam sepertinya, kami menunggu yang lain. Namun yang datang hanya Zahra, Rifa, dan Izza. Sisanya tidak.
            “Udah jam segini. Di tempat makan dekat-dekat sini aja gimana?” Usul Luna.
            “Boleh juga. Yaudah yuk!”
            Sedikit kecewa dengan reuni kali ini. Yang datang  hanya enam orang. Dimana yang lain, bukankah kita sudah membahas rencana reuni ini di grup whatsapp. Tak tahu lah, setidaknya beberapa orang ini asyik diajak bercanda atau sekedar mengobrol biasa.    
            Hari sudah berlalu. Besok, sekolah akan dimulai kembali seperti biasa. Tetapi, KBM tak langsung dimulai. Sekolah akan mengadakan acara Khatmil Qur’an untuk memperingati Hari Raya Idul Adha, kami juga akan makan-makan seperti yang dilakukan sekolah lain saat penyembelihan qurban.
Untuk kelas X MIA 2 diharap besok
membawa al-qur’an bagi yang
tidak udzur
Terimakasih
-Hana-
               Hana? Yes! Mungkin ini saat yang tepat untuk meminta maaf. Biar hanya lewat massanger tapi aku berharap dia dapat memaafkan ku. Aku berharap saat bertemu nanti, Hana tidak lagi memalingkan wajahnya dari ku.
Hana?
Send. 1 menit, 5 menit, tak juga ada balasan
Han?
Hana?
2 menit berlalu. Kenapa tidak dibalas juga?
Dddrrrrrrrrtttttttt.. Handphone ku bergetar, ada balasan dari Hana!
Apa Ray?
Hana! Maafin yang kemarin ya Han,
gue beneran ngga ada niatan lain
selain bercanda.
Iya Ray nggapapa. Tapi jan diulangin lagi.
Lu enak cuma bisa bilang bercandaan,
Tapi gue yang ngrasain itu semua Ray.
Gue masih sakit hati sama Rangga,
ngga mau ngungkit lagi tentang dia.
Yang dulu ya dulu aja, sekarang ya sekarang.
Ngga perlu dibahas lagi.
Iya Han, maaf banget. Gue juga jadi mikir
ngga enaknya masalalu kalo diungkit lagi itu
kek apa. Sekali lagi maafin gue ya Han.
Iya. Gue juga minta maaf udah kasarin
lo kemarin.
Iya Han, makasih.
Iya.
            Aku lega, sangat lega. Itu berarti besok kita bisa bercanda lagi seperti biasa. Dan aku berfikir sebagai wujud maafku, aku berniat membelikan coklat kesukaan nya. Hana pasti senang, dan kami akan bercanda seperti biasa.
            Esok telah tiba. Kegiatan sekolah kali ini adalah penyembelihan kurban, khotmil qur’an dan makan-makan. Alih-alih yang lain taksabar makan, aku malah tak sabar ingin bertemu Hana. Aku sudah membawakan coklat kesukaan nya. Semoga Hana benar-benar tak marah lagi.
            “Ra!” Seru Shassa dari arah gerbang. Tangan nya merogoh saku nya, seperti ingin mengeluarkan sesuatu.
            “Apa?” Tanyaku saat jarak kami tidak lagi jauh.
            “Ini..” Jawabnya memberi ku amplop
            “Surat izin Hana, dia masih sakit” Lanjut Shassa.
            “Loh, Hana masih sakit toh?” Tanya ku lagi.
            “Iya. Yaudah gue kesana dulu ya” Katanya sambil berlalu.
            Hana sakit, itu berarti hari ini kita takbisa bertemu. Sayang sekali, padahal aku begitu menantikan hari ini. Tapi ini semua juga demi kebaikan Hana, agar dia cepat sembuh.
            Hari lagi-lagi cepat berlalu. Sudah tiga hari ini Hana tak masuk sekolah. Kemarin Hana memberi tahu bahwa dia sakit Tifus. Tak heran jika Hana tidak masuk sekolah lama, karena memang Tifus membuat tubuh lemah dan salahsatu cara menyembuhkannya adalah dengan istirahat yang cukup.
            Tidak bertemu Hana terlalu lama sepertinya membuat rasa rindu bermunculan. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Coklat empat hari yang lalu yang sengaja kubelikan dan akan kuberikan pada Hana masih tersimpan rapi di kulkas.
Menjalani hari tanpamu,
sama seperti menitih luka
dalam canda
GetWellSoon sayang:*
            Tulisku demikiam diakun Instagram yang kusertakan foto ku bersama Hana saat les Matematika tiap akhir pekan 2 tahun lalu ketika kami masih SMP. Aku mencemaskan Hana. sakit Hana tak kunjung sembuh, padahal hanya tifus.
Ih, alay deh :p
            Komentar Hana pada foto yang ku unggah tadi. Hana memang begitu, terkadang hal seperti ini ia bercandakan, namun diam-diam ia resapi. Tapi memang, banyak teman yang sudah memberi gelar ‘Ratu Drama’ padaku. Aku senang sekali bercanda dengan drama-drama puitis dan memperagakannya dengan gaya alay. Menurutku itu bisa mencairkan suasana.
            Sudah seminggu ini Hana tak juga sembuh. Yang ku dengar kini Hana baru saja mau diopname. Beberapa hari yang lalu Hana bersikeras untuk tidak diopname. Mungkin ia  berfikir jika opname, ia tak kan bisa update tentang boyband korea faovoritnya. Dasar Hana, masih saja memikirkan Baekhyun dan Oh Sehun, haha.
            “Guys, gimana kalo hari kamis kita jenguk Hana?” Seru Reza didepan kelas. Saat ini hari senin, itu berarti harus menunggu 2 hari lagi untuk menjenguk Hana, bukankah itu terlalu lama.
            “Besok aja gimana?”
            “Besok kan pulang sore, emang pada ngga capek?”
            “Tapi masa satu kelas? Perwakilan aja”
            “Iya. Gue juga nggabisa, ada acara keluarga”
            Komentar anak-anak kelas. Diantara mereka banyak sekali yang takbisa ikut. Kemungkinan besar mereka malas, dan sebagian kecil memang sepertinya ada acara keluarga.
            “Yaudah perwakilan aja ya. Gue ikut, siapa lagi yang mau ikut?” Seru ku. Tidak ada yang menjawab. Dasar kalian semua pemalas.
            ”Ka, lu kan ketua. Jadi lu juga harus mewakili” Seru ku menambahkan.
            “Kok gue?”
            “Lo kan ketua, Raka!” bentak ku kesal karena dari  mereka tidak ada yang mau berangkat mewakili kelas.
            “Iya deh iyaa, biasa aja dong!”
             “Rangga ikut ya?”
            “Hah?” Ujar Rangga kaget. Sedari tadi ia asyik bermain handphone seorang diri. Dan yang lain pun juga sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
            “Lu juga ikutan jenguk gih. Gue ngga bisa nih!” Kata Raka tetap memaksa tak bisa ikut.
            “Lu juga ikut dodol!” Sahut ku, memaksa Raka agar tetap ikut.
            “Lu berdua aja deh, plis!” Seru Raka memohon.
            “Heh, pala lu! Yakali gue berdua doang sama Ray. Ntar Hana bukan malah sembuh, tapi malah sakit, lu yang nanggung!” Sahut Rangga yang juga kesal dengan Raka.
            “Tau! Dasar!”
            “Ih, yaudah deh gue ikutan! Rempong deh lu pada!” Raka menyerah. Mengomel dengan muka kesal nya.
            “Haha, berempat dong. Masa gue cewek sendiri. Apa kata dunia, melihat gue jalan bersama dua orang cowok yang ngga ada keren-kerennya”
            “Huh! Sok cantik lu! Mel, ikut ye. Mau ngga mau harus ikut!”
            “Kan, gue pula yang kena akhirnya. Padahal gue sengaja diam dari tadi, uh!”
            “Ayolah Mel, lu kan cantik!”
            “Ah, dasar lu Ray muji kalo ada mau nya doang!”
            “Yaudah, udah Melly ikut ya? Nah, gini aja lama bet dah dari tadi”
            Rasanya tidak sabar menunggu hari kamis. Aku ingin segera bertemu dengan nya, aku ingin menyubit pipinya yang besar, aku ingin membuatnya iri akan drama korea favoritnya yang baru saja rilis dan sudah ku tonton hingga episode terakhir agar dia punya motivasi untuk cepat sembuh. Yah walaupun motivasi nya menonton drama korea yang dibintangi Baekhyun EXO tersebut.
            “Kelas X MIA 2, masuk kelas semua! Cepat!” Hari kamis sudah tiba. Saat istirahat, Pak Ali dengan tiba-tiba menyuruh kami masuk kelas. Sepertinya ada pengumuman yang ingin disampaikan.
            “Ada apa pak?”  Tanya Aldi diambang pintu.
            “Udah duduk dulu semua. Jangan Rame, tolong tenang. Ini ada pengumuman” Seru pak Ali
            “Ada pesan dari Mama nya Hana Alfiana, beliau minta do’a nya buat Hana yang lagi sakit. Katanya, tifusnya sudah menjalar sampai ke otak” 
            DEG! Menjalar ke otak? Tuhan? Mengapa sebegini parahnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Hati ku mencelos. Selain dari Pak Ali, aku juga mendapat kabar dari Rizqi saudara Hana yang juga seorang temanku saat SD, Hana terserang Radang Selaput Otak dan tidak sadarkan diri selama dua hari.
            Saat itu, tak tau mengapa hati ku begitu perih. Aku serasa ingin lari dan berteriak semampu ku. Aku ingin menangis sejadi-jadinya. Namun, aku sadar, ini adalah kelas. Pun Masih ada Pak Ali, aku tak mungkin menangis disini. Ini terlalu perih, saat itu juga sebutir air lepas dari pelupuk mataku. Cepat-cepat ku hapus, aku tak ingin terlihat rapuh.
            “Ayo, silahkan dipimpin alfatihah nya” Seru Pak Ali.
            “Loh, ya bapaknya dong yang mimpin do’a, masa kita?”
            “Sudah ayo dipimpin siapapun, saya kan guru Kabudayaan” Ujar Pak Ali bercanda. Semua teman dikelas tertawa, sedangkan aku untuk tersenyum saja sulit.
            Hari itu, kami batal pergi menjenguk Hana di rumah sakit, karena Hana masuk HCU dan tidak bisa di jenguk. Kami sepakat akan menjenguknya pada hari Sabtu. Aku berharap Hana cepat sadar dan sembuh. Aku begitu rindu padanya.
            Malam itu aku mencoba mencari informasi tentang keadaan Hana pada adiknya, Raja. Raja bilang, Hana sudah sadarkan diri dan itu membuat kekhawatiranku sedikit berkurang. Aku senang, itu berarti hari Sabtu kami akan benar-benar bisa menjenguk Hana dirumah sakit.
            Jum’at pagi telah tiba. Saat bangun perasaan tidak enak muncul. Badanku serasa begitu pegal, bahkan sepertinya aku kekurangan waktu istirahat. Aku merasa demam dan pusing. Badanku serasa lemah.
            Hingga malam pun masih sama. Aku tak banyak bangkit dari ranjang kamar tidur. Aku hanya tidur, bermain handphone dan mendengar music. Kepala ku benar-benar sakit, aku berfikir akan keadaan Hana. Apa karena terlalu stres, hingga aku sepertinya juga ikut sakit.
            Mataku terasa berat. Aku ingin tidur, ingin istirahat dan terbangun dikeesokan hari dengan keadaan segar, agar saat menjenguk Hana aku tak terlihat kelelahan. Tapi perasaan tidak enak mengusik tidur ku. Aku terbangun ditengah malam.
            Aku ingin bangkit. Namun, kepala ku terlalu berat dan sakit hingga untuk bergerak pun begitu menyiksa. Kenapa dengan diriku ini, aku tak pernah merasa begitu lelah hingga seperti ini. Padahal yang kuingat, akhir-akhir ini aku tak begitu banyak melakukan kegiatan.
            Aku memaksa diriku untuk kembali tertidur. Tapi percuma, ada perasaan yang menyuruhku untuk tetap membuka mata. Hati ku benar-benar berkata untuk ku agar tetap bangun. Namun raga ku begitu lemah dan berat.
            “Ray, ayo ikut gue?” Seorang gadis masuk ke dalam kamar ku.
            “Loh? Hana? Kok lo ada disini? Bukannya dirumah sakit?”
            “Dih, kudet lu. Orang gue udah sembuh. Barusan gue pulang terus langsung kesini deh. Jalan-jalan yuk!” Ajak Hana meraih tanganku
            “Loh, ini kan jam 2 pagi. Emang lo boleh main jam segini? Baru pulang dari rumah sakit lagi? Kesini sama siapa tadi?” Tanya ku panjang lebar karena aku bingung mengapa Hana tiba-tiba masuk kamar dijam segini.
            “Kan tadi waktu pulang gue lewat rumah lo Ray! Jadi ya sekalian mampir. Udah ah jan banyak tanya, jogging aja yuk, keburu maghrib nih!”
            “Eh, maghrib masih lama keles! Yaudah sono keluar dulu, gue mau ganti baju” Seketika saat melihat Hana datang tak tahu kenapa rasa lelah dalam diriku menghilang sejenak.  Aku sungguh senang Hana datang walau di jam segini. Itu berarti Hana sudah sembuh.
            Pagi itu kami jogging di taman komplek. Kami bersenang-senang walau masih gelap. Kami menghabiskan waktu untuk bercanda dan sesekali menjahili satu sama lain, mungkin untuk yang satu itu tak kan pernah bisa hilang dari diri kami.
            Semakin lama, cahaya pagi mulai menerpa. Terlihat sunrise begitu indah di ujung danau taman ini. Kami terbaring diatas rumput berembun, terasa dingin namun menyejukkan.
            “Ray!” Seru Hana memanggil.
            “Apa?” Respon ku dengan tetap memandang langit.
            “Ray, gue habis ini pulang aja ya. Gue lelah, ngga tahan sama semua nya” Ujar Hana lirih. Bahkan jika dibandingkan dengan kicauan burung, suara Hana terkalahkan.
            “Pulang? Nunggu sejam lagi aja lah. Gue masih pen lihat sunrise nih!”
            “Iya, tapi bukan pulang kerumah” Tubuhnya bangkit dan terduduk dengan tegap disampingku.
            “Lah, terus pulang kemana dong?” Ujarku bingung dan ikut terduduk.
            Hana menghembuskan nafas panjang, menoleh sejenak padaku sebelum akhirnya mengangkat telunjuk dan mengarahkan ke suatu tempat.
            “Disana”
            "Ha?" 

BERSAMBUNG
Lanjut di part 3 yeth, Thankie yang udah baca:*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar