Minggu, 16 April 2017

(CEERBUNG) Story About A, part 7

Story About A
Part 7

            ‘Gue nggak tau juga sih, An. Kalo emang bener gimana dengan Alfa? Bukannya mereka udah jadian ya?’ –Rachma-
            ‘Dilanjut nanti aja, An. Gue lagi sibuk diajak ngobrol mulu dari tadi. Dahh.’ Lanjut Rachma mengakhiri obrolan itu.
            Karena takut mengecewakan Alfa, Anna hanya menunjukkan obrolan nya dengan Rachma pada Anisa. Berharap Anisa dapat mengerti bagaimana Alfa kelak bila Alifia benar-benar akan dijodohkan dengan makhluk bernama Andre itu.
            “Lah, ini kan Andi yang pernah gue certain ke lu, Anna!” Seru Anisa keras karena terkejut mendapati foto Alifia yang dikirim Rachma tadi.
            “Andi? Andre? Jadi mereka orang yang sama? Pantes gue kek gak asing gitu pas lu kasih tau foto Andi. Alifia sebelum nya juga udah cerita soal itu ke gue. Gue kira Andre dan Andi itu dua orang yang berbeda.” Jelas Anna. Anisa terlihat gelisah. Dimatanya seperti ada api cemburu yang ia tujukan pada dua makhluk dalam foto itu. Alfa dan Afnan yang tak tau apapun hanya bertanya dan tak juga dijawab oleh mereka.
            “Jadi Rachma siapa nya Andi? Adik? Kakak? Siapa?” Tanya Anisa bertubi-tubi ingin mengetahui kebenaran akan semua ini. Karena ternyata Andi, lelaki yang dicintai nya selama ini mengenal Alifia sahabatnya. Dan bahkan, mungkin saja mereka akan benar-benar dijodohkan.
            “Andi? Andre? Siapa mereka? Kalian ngomongin apa sih? Kok sebut-sebut Alifia segala?” Tanya Afnan yang mulai penasaran dengan bahasan Anna dan Anisa.
            “Nggak kok. Bukan siapa-siapa.” Jawab Anisa mulai lemas. Mungkin ia benar-benar kecewa karena itu.
            “Jujur ih, kalian ngomongin apa?” Tanya Alfa memperjelas pertanyaan Afnan.
            “Bukan apa-apa!” Bentak Anisa. Mood nya mulai buruk saat itu.
            Setelah mengobrol lama, akhirnya mereka pulang. Anna bersama Anisa dan Afnan bersama Alfa. Mereka pergi menuju arah yang berbeda.
            Anna dan Anisa mampir sejenak ke sebuah taman. Disitu Anisa bercerita kembali soal betapa perhatian nya Andi selama ini dengan nya. Bahkan bisa disebut selama ini Andi memberikan harapan pada nya. Namun, harapan nya kini telah pudar setelah Rachma mengabari tentang pertemuan dua keluarga itu.
            “Udahlah, Nisa! Kita kan belum tau perjodohan itu bener apa enggak. Nanti kita tanya Rachma dulu aja, biar nggak salah faham. Lu jan sedih gitu, ah! Bukan Anisa itu namanya.” Ujar Anna menenangkan hati Anisa yang mulai rapuh. Setelah itu, mereka memutuskan untuk mengakhiri obrolan dan pulang.
            Pagi tiba. Dingin nya hari itu membuat Anna ingin sekali berlari pagi memutari komplek nya. Ia memutuskan untuk berlari seorang diri, karena ia yakin dijalan nanti akan bertemu teman-teman SMA nya dahulu yang juga suka berlari pagi, meski embun membuat udara terasa begitu dingin.
            “Jadi lo mau bilang apa, Anna?” Tanya Afnan. Anna dan Afnan tadinya hanya bertemu di persimpangan jalan dan karena mereka sama-sama sedang berlari seorang diri, mereka memutuskan untuk melakukan nya bersama.
            “GUE SUKA SAMA LO, AFNAN!” Teriak Anna dalam hati. Untung saja ia dapat menahan diri sehingga kalimat itu tak keluar langsung dari mulutnya.
            “Eh, gue lupa mau bilang apa. Hehe.”
            “Ah, udah tua kali lu pake pikun segala! Oh iya, gue mau nanya sama lo, udah lama mau gue tanyain tapi ngga sempet mulu.” Ujar Afnan.
            “Apa?”
            “Hubungan lu sama Kak Reza sebenarnya apa?”
            “Kak Reza? Hubungan gimana maksudnya?”
            “Kalian pacaran atau?”
            “Oh, enggak! Kita cuma temenan kok. Gue juga udah nggak kontekan lagi sama dia. Kenapa?”
            “Oh, bukan apa-apa.”
            Satu bulan berlalu. Tinggal menunggu hari liburan semester akan berakhir dan mereka akan beraktivitas layaknya mahasiswa kembali. Tentunya tugas yang menumpuk akan membuat mereka kesusahan untuk bertemu seperti disemester sebelumnya.
            Maka demi menghindari adanya gangguan rindu dan perdebatan saat mereka sedang sibuk dengan tugas masing-masing, akhirnya mereka memutuskan untuk sekali lagi menginap dan menghabiskan liburan akhir di villa milik keluarga Alifia di Puncak Bogor.
            Lagi-lagi rasa bahagia itu hadir. Tapi, kali ini bahagia itu terasa berbeda. Lamanya tidak bertemu ternyata membuat sifat mereka masing-masing mulai berubah dengan perlahan.
            “Gue udah capek nunggu. Gue sama yang lain aja ya, An?” Ujar Alifia setelah ia menceritakan tentang Alfa yang semakin lama semakin cuek terhadapnya.
            Alfa tentu sudah terang-terangan akan rasa cinta nya pada Alifia. Namun, hingga kini ia tak pernah berkata serius dengan Alifia tentang itu. Bahkan, untuk setiap pertemuan Alfa lebih suka diam dan tidak mengobrol dengan Alifia.
            “Jangan gitu ah! Gue nggak suka. Udahlah tunggu aja! Suatu saat Alfa pasti bakal tau perasaan lu dan mulai ngomong serius kok. Dia nggak bakal segampang itu ngelepas lu, dia kan udah suka sama lu sejak SD.” Ujar Anna yang seperti nya tak rela bila Alifia bersama lelaki lain. Ia sangat berharap bila kedua sahabatnya itu -Alfa dan Alifia- dapat bersatu, walau mungkin hingga kini Alfa belum mengetahui tentang perasaan Alifia yang sesungguhnya.
            “Semangat Alifia! Bertahan itu sulit. Tapi hasilnya selalu menyenangkan kok!” Timpal Anisa yang tiba-tiba saja datang dan duduk diantara mereka ditaman belakang villa.
            “Tapi, Anisa. Lu nggak tau kan, kemarin Anna ngajak Alfa jalan rencananya bakal ditemuin sama gue. Tapi, dia malah nolak dengan alasan tugas nya yang numpuk. Padahal kan ini lagi liburan.”
            “Positive thinking aja udah. Kita tidur aja sekarang, udah larut loh. Bahas itu nya dilanjut besok pagi aja.”
#          #          #
            Pagi tiba. Anna, Anisa dan Alifia pagi itu hanya bisa duduk dengan terkantuk-kantuk. Alfa dan Afnan membangunkan nya terlalu pagi karena mereka ingin sekali lagi merasakan jogging di puncak.
            “Gue ngantuk banget, sumpah!” Seru Anisa. Malam tadi, saat mereka memutuskan untuk kembali ke kamar selepas mengobrol ditaman, mereka tidak langsung tidur. Mereka malah asyik menonton drama korea hingga larut.
            “Ngantuk mulu hidup lu. Udah, ayo jogging sekarang! Biar semangat lagi. Mumpung masih gelap nih. Keburu matahari nya muncul.” Seru Afnan mencoba menyemangati tiga gadis itu.
            Mereka mulai keluar villa dan jogging bersama di hari yang gelap dan dingin itu. Bahkan jam masih menunjuk pukul 05.15. Namun, jalanan sudah ramai beberapa orang yang juga berniat untuk lari pagi.
            “Alifia, mau ice cream? Beli yuk!” Seru Alfa setelah mereka memutari beberapa komplek perumahan pagi itu.
            “Yuk!” Seru Alifia. Mereka berjalan ke seberang taman, dipinggir sebuah jalanan yang cukup sepi. Anna, Anisa dan Afnan sengaja membiarkan mereka berdua menghabiskan waktu bersama. Mereka bertiga berharap, Alfa dapat menyatakan tentang perasaan nya pada Alifia di saat itu juga.
            Namun, setelah beberapa saat Alfa datang seorang diri ke pinggir danau tanpa Alifia. Ia menghampiri ketiga sahabat nya itu dengan wajah lesu nya.
            “Kenapa?” Tanya Afnan pada Alfa yang bersandar dipunggungnya kala mereka duduk diatas rumput basah. Dan Alfa hanya menghembuskan nafas panjang lalu menutup matanya dan sepertinya tertidur pulas hingga beberapa jam terlewatkan.
            Saat terbangun, Alfa sudah berada di kamarnya dengan selimut tebal yang menutupi seluruh badan terkecuali bagian kepala. Ia merasa kepala nya begitu berat hingga tak kuasa terbangun dari kasur empuk yang ia tempati.
            “Kepala gue sakit banget, ya?”
            “Kebanyakan tidur lu, kebo!” Sahut Afnan dipinggiran jendela sambil menutup buku yang tadi ia bawa dan pergi mengambil segelas air putih untuk Alfa.
            “Masa? Sekarang jam delapan pagi. Baru dua jam gue tidur, ih.” Seru Alfa melirik jam dinding di kamar itu dan sesekali pandangan nya mengarah ke jendela, memastikan bahwa ini masih benar-benar pagi.
            “Sekarang hari senin, dan lu tidur sejak hari minggu jam 06.30 pagi ditaman dan lebih tepatnya di punggung gue! Oke?” Seru Afnan tak mau kalah setelah mengambilkan segelas air dan memberikan nya pada Alfa.
            “Ha? Yang bener? Bohong lu, ah! Ye keles, kek orang sekarat aja gue tidur sebegitu lama nya.” Protes Alfa lalu meminum gelas pemberian Afnan. Sedangkan Afnan hanya mengabaikan  nya dan kembali duduk dipinggir jendela dan membuka kembali buku yang tak sempat ia baca hingga halaman terakhir.
            “Lah, Afnan! Ini kan kamar gue. Perasaan kemarin kita masih di villa deh!”
            “Ih, ini villa apa kamar gue ya? Kalo kamar gue kenapa ada lo? Kalo di villa kenapa desain kamarnya mirip banget sama kamar gue dirumah?”
            Alfa terus saja berbicara tanpa bisa diam walau hanya satu menit. Ia tidak memperhatikan Afnan yang sedari tadi terus diam menyibukkan dirinya dengan buku yang dibawa dan berusaha menyembunyikan wajah kusutnya akibat tidak tidur semalaman menunggu Alfa yang tak juga bangun dari pagi kemarin. Sebenarnya apa yang terjadi pada Alfa, pertanyaan itulah yang menghantui pikiran Afnan semenjak tadi. 'Alfa, ada apa sama lo sebenarnya?'


BERSAMBUNG