Story About A
Part 7
‘Gue
nggak tau juga sih, An. Kalo emang bener gimana dengan Alfa? Bukannya mereka
udah jadian ya?’ –Rachma-
‘Dilanjut
nanti aja, An. Gue lagi sibuk diajak ngobrol mulu dari tadi. Dahh.’ Lanjut Rachma mengakhiri obrolan itu.
Karena takut mengecewakan Alfa, Anna
hanya menunjukkan obrolan nya dengan Rachma pada Anisa. Berharap Anisa dapat
mengerti bagaimana Alfa kelak bila Alifia benar-benar akan dijodohkan dengan
makhluk bernama Andre itu.
“Lah, ini kan Andi yang pernah gue
certain ke lu, Anna!” Seru Anisa keras karena terkejut mendapati foto Alifia
yang dikirim Rachma tadi.
“Andi? Andre? Jadi mereka orang yang
sama? Pantes gue kek gak asing gitu pas lu kasih tau foto Andi. Alifia sebelum
nya juga udah cerita soal itu ke gue. Gue kira Andre dan Andi itu dua orang
yang berbeda.” Jelas Anna. Anisa terlihat gelisah. Dimatanya seperti ada api
cemburu yang ia tujukan pada dua makhluk dalam foto itu. Alfa dan Afnan yang
tak tau apapun hanya bertanya dan tak juga dijawab oleh mereka.
“Jadi Rachma siapa nya Andi? Adik?
Kakak? Siapa?” Tanya Anisa bertubi-tubi ingin mengetahui kebenaran akan semua
ini. Karena ternyata Andi, lelaki yang dicintai nya selama ini mengenal Alifia
sahabatnya. Dan bahkan, mungkin saja mereka akan benar-benar dijodohkan.
“Andi? Andre? Siapa mereka? Kalian
ngomongin apa sih? Kok sebut-sebut Alifia segala?” Tanya Afnan yang mulai
penasaran dengan bahasan Anna dan Anisa.
“Nggak kok. Bukan siapa-siapa.”
Jawab Anisa mulai lemas. Mungkin ia benar-benar kecewa karena itu.
“Jujur ih, kalian ngomongin apa?”
Tanya Alfa memperjelas pertanyaan Afnan.
“Bukan apa-apa!” Bentak Anisa. Mood
nya mulai buruk saat itu.
Setelah mengobrol lama, akhirnya
mereka pulang. Anna bersama Anisa dan Afnan bersama Alfa. Mereka pergi menuju
arah yang berbeda.
Anna dan Anisa mampir sejenak ke
sebuah taman. Disitu Anisa bercerita kembali soal betapa perhatian nya Andi
selama ini dengan nya. Bahkan bisa disebut selama ini Andi memberikan harapan
pada nya. Namun, harapan nya kini telah pudar setelah Rachma mengabari tentang
pertemuan dua keluarga itu.
“Udahlah, Nisa! Kita kan belum tau
perjodohan itu bener apa enggak. Nanti kita tanya Rachma dulu aja, biar nggak salah
faham. Lu jan sedih gitu, ah! Bukan Anisa itu namanya.” Ujar Anna menenangkan
hati Anisa yang mulai rapuh. Setelah itu, mereka memutuskan untuk mengakhiri
obrolan dan pulang.
Pagi tiba. Dingin nya hari itu
membuat Anna ingin sekali berlari pagi memutari komplek nya. Ia memutuskan
untuk berlari seorang diri, karena ia yakin dijalan nanti akan bertemu
teman-teman SMA nya dahulu yang juga suka berlari pagi, meski embun membuat
udara terasa begitu dingin.
“Jadi lo mau bilang apa, Anna?”
Tanya Afnan. Anna dan Afnan tadinya hanya bertemu di persimpangan jalan dan
karena mereka sama-sama sedang berlari seorang diri, mereka memutuskan untuk
melakukan nya bersama.
“GUE SUKA SAMA LO, AFNAN!” Teriak
Anna dalam hati. Untung saja ia dapat menahan diri sehingga kalimat itu tak
keluar langsung dari mulutnya.
“Eh, gue lupa mau bilang apa. Hehe.”
“Ah, udah tua kali lu pake pikun
segala! Oh iya, gue mau nanya sama lo, udah lama mau gue tanyain tapi ngga
sempet mulu.” Ujar Afnan.
“Apa?”
“Hubungan lu sama Kak Reza
sebenarnya apa?”
“Kak Reza? Hubungan gimana
maksudnya?”
“Kalian pacaran atau?”
“Oh, enggak! Kita cuma temenan kok.
Gue juga udah nggak kontekan lagi sama dia. Kenapa?”
“Oh, bukan apa-apa.”
Satu bulan berlalu. Tinggal menunggu
hari liburan semester akan berakhir dan mereka akan beraktivitas layaknya
mahasiswa kembali. Tentunya tugas yang menumpuk akan membuat mereka kesusahan
untuk bertemu seperti disemester sebelumnya.
Maka demi menghindari adanya
gangguan rindu dan perdebatan saat mereka sedang sibuk dengan tugas
masing-masing, akhirnya mereka memutuskan untuk sekali lagi menginap dan
menghabiskan liburan akhir di villa milik keluarga Alifia di Puncak Bogor.
Lagi-lagi rasa bahagia itu hadir.
Tapi, kali ini bahagia itu terasa berbeda. Lamanya tidak bertemu ternyata
membuat sifat mereka masing-masing mulai berubah dengan perlahan.
“Gue udah capek nunggu. Gue sama
yang lain aja ya, An?” Ujar Alifia setelah ia menceritakan tentang Alfa yang
semakin lama semakin cuek terhadapnya.
Alfa tentu sudah terang-terangan
akan rasa cinta nya pada Alifia. Namun, hingga kini ia tak pernah berkata
serius dengan Alifia tentang itu. Bahkan, untuk setiap pertemuan Alfa lebih
suka diam dan tidak mengobrol dengan Alifia.
“Jangan gitu ah! Gue nggak suka.
Udahlah tunggu aja! Suatu saat Alfa pasti bakal tau perasaan lu dan mulai
ngomong serius kok. Dia nggak bakal segampang itu ngelepas lu, dia kan udah
suka sama lu sejak SD.” Ujar Anna yang seperti nya tak rela bila Alifia bersama
lelaki lain. Ia sangat berharap bila kedua sahabatnya itu -Alfa dan Alifia- dapat
bersatu, walau mungkin hingga kini Alfa belum mengetahui tentang perasaan
Alifia yang sesungguhnya.
“Semangat Alifia! Bertahan itu
sulit. Tapi hasilnya selalu menyenangkan kok!” Timpal Anisa yang tiba-tiba saja
datang dan duduk diantara mereka ditaman belakang villa.
“Tapi, Anisa. Lu nggak tau kan,
kemarin Anna ngajak Alfa jalan rencananya bakal ditemuin sama gue. Tapi, dia
malah nolak dengan alasan tugas nya yang numpuk. Padahal kan ini lagi liburan.”
“Positive thinking aja udah. Kita
tidur aja sekarang, udah larut loh. Bahas itu nya dilanjut besok pagi aja.”
# # #
Pagi tiba. Anna, Anisa dan Alifia
pagi itu hanya bisa duduk dengan terkantuk-kantuk. Alfa dan Afnan membangunkan
nya terlalu pagi karena mereka ingin sekali lagi merasakan jogging di puncak.
“Gue ngantuk banget, sumpah!” Seru
Anisa. Malam tadi, saat mereka memutuskan untuk kembali ke kamar selepas
mengobrol ditaman, mereka tidak langsung tidur. Mereka malah asyik menonton
drama korea hingga larut.
“Ngantuk mulu hidup lu. Udah, ayo
jogging sekarang! Biar semangat lagi. Mumpung masih gelap nih. Keburu matahari
nya muncul.” Seru Afnan mencoba menyemangati tiga gadis itu.
Mereka mulai keluar villa dan
jogging bersama di hari yang gelap dan dingin itu. Bahkan jam masih menunjuk
pukul 05.15. Namun, jalanan sudah ramai beberapa orang yang juga berniat untuk
lari pagi.
“Alifia, mau ice cream? Beli yuk!”
Seru Alfa setelah mereka memutari beberapa komplek perumahan pagi itu.
“Yuk!” Seru Alifia. Mereka berjalan
ke seberang taman, dipinggir sebuah jalanan yang cukup sepi. Anna, Anisa dan
Afnan sengaja membiarkan mereka berdua menghabiskan waktu bersama. Mereka
bertiga berharap, Alfa dapat menyatakan tentang perasaan nya pada Alifia di
saat itu juga.
Namun, setelah beberapa saat Alfa
datang seorang diri ke pinggir danau tanpa Alifia. Ia menghampiri ketiga
sahabat nya itu dengan wajah lesu nya.
“Kenapa?” Tanya Afnan pada Alfa yang
bersandar dipunggungnya kala mereka duduk diatas rumput basah. Dan Alfa hanya
menghembuskan nafas panjang lalu menutup matanya dan sepertinya tertidur pulas
hingga beberapa jam terlewatkan.
Saat terbangun, Alfa sudah berada di
kamarnya dengan selimut tebal yang menutupi seluruh badan terkecuali bagian
kepala. Ia merasa kepala nya begitu berat hingga tak kuasa terbangun dari kasur
empuk yang ia tempati.
“Kepala gue sakit banget, ya?”
“Kebanyakan tidur lu, kebo!” Sahut
Afnan dipinggiran jendela sambil menutup buku yang tadi ia bawa dan pergi
mengambil segelas air putih untuk Alfa.
“Masa? Sekarang jam delapan pagi.
Baru dua jam gue tidur, ih.” Seru Alfa melirik jam dinding di kamar itu dan
sesekali pandangan nya mengarah ke jendela, memastikan bahwa ini masih
benar-benar pagi.
“Sekarang hari senin, dan lu tidur
sejak hari minggu jam 06.30 pagi ditaman dan lebih tepatnya di punggung gue!
Oke?” Seru Afnan tak mau kalah setelah mengambilkan segelas air dan memberikan
nya pada Alfa.
“Ha? Yang bener? Bohong lu, ah! Ye
keles, kek orang sekarat aja gue tidur sebegitu lama nya.” Protes Alfa lalu
meminum gelas pemberian Afnan. Sedangkan Afnan hanya mengabaikan nya dan kembali duduk dipinggir jendela dan
membuka kembali buku yang tak sempat ia baca hingga halaman terakhir.
“Lah, Afnan! Ini kan kamar gue.
Perasaan kemarin kita masih di villa deh!”
“Ih, ini villa apa kamar gue ya?
Kalo kamar gue kenapa ada lo? Kalo di villa kenapa desain kamarnya mirip banget
sama kamar gue dirumah?”
Alfa terus saja berbicara tanpa bisa
diam walau hanya satu menit. Ia tidak memperhatikan Afnan yang sedari tadi
terus diam menyibukkan dirinya dengan buku yang dibawa dan berusaha
menyembunyikan wajah kusutnya akibat tidak tidur semalaman menunggu Alfa yang
tak juga bangun dari pagi kemarin. Sebenarnya apa yang terjadi pada Alfa, pertanyaan itulah yang menghantui pikiran Afnan semenjak tadi. 'Alfa, ada apa sama lo sebenarnya?'
BERSAMBUNG