Minggu, 13 November 2016

Hana -Part3 (End)-


                                                                           Hana
-Part3-    

            “Ray!” Seru Hana memanggil.
            “Apa?” Respon ku dengan tetap memandang langit.
            “Ray, gue habis ini pulang aja ya. Gue lelah, ngga tahan sama semua nya” Ujar Hana lirih. Bahkan jika dibandingkan dengan kicauan burung, suara Hana terkalahkan.
            “Pulang? Nunggu sejam lagi aja lah. Gue masih pen lihat sunrise nih!”
            “Iya, tapi bukan pulang kerumah” Tubuhnya bangkit dan terduduk dengan tegap disampingku.
            “Lah, terus pulang kemana dong?” Ujarku bingung dan ikut terduduk.
            Hana menghembuskan nafas panjang, menoleh sejenak padaku sebelum akhirnya mengangkat telunjuk dan mengarahkan ke suatu tempat.
            “Disana” Kepala nya kini menatap lurus kesana, keujung danau ini.
            “Ha?” Aku bingung, terpaku melihat ujung danau ini. Menatapnya sepersekian detik hingga seorang menepuk pundak dan menyadarkan ku akan keadaaan.
            “Ra!” Seorang memanggil, namun aku tetap menatap ujung danau ini sebelum semua gelap dan penglihatan ku kian memudar.
            “Ra, bangun! Sudah subuh” Suara seorang menagetkan ku. Dengan segera aku terduduk, mengarahkan pandangan kesegela arah. Kini aku tengah berada di kamarku.
            “Ha?” Aku bingung. Apakah tadi itu hanya mimpi? Tapi terasa begitu nyata! Apa Hana sudah pulang?. Jika benar hari ini Hana pulang, aku akan segera kesana dan membawakan coklat untuknya. Aku ingin segera menemuinya.
            Drrttt. Handphone ku bergetar. Ada whatsapp messenger masuk.

Kak Ra, Kakak meninggal pukul dua malam T.T –Raja-

Pukul dua? Bukankan aku tadi bersama Hana? Oh tidak, lebih tepat, bermimpi bersama Hana?
Apa maksud tadi itu?

Ha? Loh ja? Innalillahi, ya Allah. 

Beneran kak, aku ngga bohong.

            Air mataku menetes tanpa henti. Aku belum sempat mennjenguknya dirumah sakit, kami belum sempat bertemu untuk terakhir kalinya. Bahkan aku tak sempat mengantarnya kerumah peristirahatanya. Maafkan aku Hana, maafkan semua kesalahan ku pada mu.
            Kini aku mulai menjalani hari tanpa kehadiran Hana. Hana benar-benar telah pergi untuk selamanya. Aku begitu rapuh, sungguh separuh jiwa ku terasa pergi meninggalkan ku. Tak ada lagi lilin yang akan menyala disaat aku berada dikegelapan.
            Semua terasa hampa tanpa adanya Hana. Mengapa semua terjadi begitu cepat. Mengapa tuhan merencanakan akhir cerita ku dan Hana seperti ini. Mengapa semua ini terasa begitu pahit, terasa begitu perih, dan terasa begitu sakit.
            “Hana, gue rindu lo. Kapan kita bisa bertemu lagi? Kenapa lo cepet banget perginya? Kenapa lo tega pergi tanpa sepatah kata pun? Gue bener-bener rindu lo Han!” Ujarku pelan disamping makam Hana. Setahun telah berlalu. Mungkin sekarang Hana sudah berada disana, ditempat dimana ia bisa mendapatkan kebahagiaan abadi.
            “Han, udah setahun ini. Tapi gue masih belum bisa lupain lo. Gue masih nyesel kenapa waktu itu gue ngga jenguk lo, gue nyesel kenapa waktu itu gue harus melontarkan kata itu sampai bikin lo marah” Aku benar-benar ingin menangis. Namun aku tak bisa, Hana pernah berkata jika kita menangis diatas makan seorang, saat air mata itu terjatuh tepat diatasnya maka orang yang meninggal tersebut akan merasa kesakitan, dan aku tak ingin membuat Hana merasakan sakit kembali.
            “Han, lo jahat membiarkan persahabatan kita berakhir kayak gini? Kenapa saat terakhir bertemu lo harus nangis? Kenapa lo harus nangis hanya karena gue Han? Harusnya lo balik lakuin apa yang udah gue lakuin sama lo, bukan malah nangis? Kenapa harus gini? Kenapa?” Suara ku mulai serak. Sepertinya percuma saja aku mengungkapkan semua perasaan ku disini. Tak akan ada yang dengar pun hanya membuang tenaga ku saja. Tapi aku merasa jiwa Hana berada disampingku. Bahkan aku merasa Hana sedang memelukku begitu erat.
            “Kenapa lo menghentikan mimpi gue saat lagi sama lo didanau? Kalau gue tahu itu terakhir kalinya gue bareng lo, gue ngga akan buang-buang waktu buat kejar-kejaran sama lo ditaman, gue ngga akan membiarkan waktu berjalan begitu saja tanpa melakukan apapun sama lo, gue akan peluk lo sekuat tenaga dan ngga akan gue lepas. Tapi sayang, lo udah pergi sebelum gue sempat mendekap lo, Han” Air mata ku mulai mengalir satu persatu. Namun dengan segera ku tahan agar tidak terjatuh dimakam Hana.  
            Ray
            Suara lembut seorang memanggilku. Namun aku tak ingin menghiraukan nya. Aku ingin tetap memandang makam Hana. Toh mungkin saja itu teman-teman yang juga sedang ziarah kemakam Hana.
            Ray..
            Risih, aku menengok kebelakang. Tak ada siapapun. Aku kembali fokus ke makam Hana. Aku tak ingin berfikir macam-macam. Aku kesini hanya ingin mengungkapkan perasaan ku pada Hana.
            Ray..
            Lagi-lagi suara itu muncul. Aku benar-benar risih. Teman-teman memang suka menjahili orang. Apakah mereka tak tahu kalau ini adalah pemakaman dan kita tak boleh bercanda disini. Aku menengok kebelakang lagi, ingin meneriaki mereka. Namun, mereka tak memunculkan diri jadi kubiarkan saja. Toh mereka akan lelah dengan sendirinya.
            Ray..
            Aku menengok, dan dengan cepat berdiri.
            DEG! Aku kaget. Aku ingin sekali berlari, namun aku pun juga ingin sekali menghampirinya. Dia, seorang gadis yang tengah berdiri kokoh diantara beberapa kuburan sedang tersenyum padaku.
            ”Hana?” Suara ku bergetar. Bukan karena apa-apa, tapi aku terkejut. Wajahku mungkin kini tengah menggambarkan rasa senang, sedih, bahagia dan duka yang bercampur.
            Dari kejauhan, wajahnya terlihat pucat pasi. Ia berjalan mendekatiku dengan tangan yang kini mulai menjulur, senyum tak sedikitpun terlepas dari wajahnya. Tubuhku bergetar, dan tangan ku kini pun juga mulai meraih uluran tangan nya. Beberapa jarak lagi tangan kami akan saling bertauatan. Apa maksud Hana melakukan ini?
            Saat itu, ingatan akan dunia ku sedikit memudar. Yang kuingat hanya Hana, Hana, dan Hana. Aku tak tahu seberapa dekat jarak diantara kami saat ini. Aku memejamkan mata sesaat sebelum benar-benar tersadar karena ada yang memukul pundak ku dari belakang.
            “Ray, ngapain lo berdiri? Tangan lo juga kenapa? Kalo berdo’a sambil duduk kali!” Seru Anisa. Aku tergagap, bingung dengan keadaan. Apa yang baru saja ku lakukan disini.
            ”Ha.. na?” Seru ku pelan, ingatan ku sedikit mulai kembali.
            “Hah? Hana? Ini Anisa, lo kenapa sih?”
            “Ha? Ee.. enggak. E.. elo sama siapa? Sendirian?” Kini aku benar-benar ingat akan apa yang terjadi. Tadi, sepertinya Hana ingin mengajakku kedunia nya. Beruntung Anisa datang dan menyadarkan ku.
            “Sama anak kelas. Pada mencar sendiri-sendiri tadi pas dijalan. Bentar lagi juga datang. Dituggu didepan aja yok. Jadi mistis sendiri nih gue disini” Kata Anisa menarik lenganku.
            Aku kembali menengok ke makam Hana. Diseberang sana sosok itu tak juga menghilang. Hana berdiri sambil tersenyum dan melambai tangan padaku.
            Hana, semoga kamu tenang dan bahagia disana. Aku disini hanya bertugas untuk mendo’akan yang terbaik untukmu. Aku menyayangi mu lebih dari segalanya. Do’akan aku, agar aku dapat menguatkan diri, agar aku tak menangis lagi meski seberat apapun keadaanya.
            Aku membalas senyuman Hana. Sebisa mungkin air mata yang kutahan tak terjatuh didepan pandangann Hana. Seiring menjauhnya langkah ku dari nya, tubuh Hana mulai memudar, dan menghilang dari keadaan. Selamat Tinggal Hana.
            “Ray, cepetan dong jalan nya”
            “Eh, Iya, Iya”
Tamat.

 Terimakasih yang udah baca, follow twitter gue yah @MikiMizu_ sekalian IG gue @musyafaahdewi ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar