Rabu, 19 April 2017

(CERBUNG) Story About A, part 8

Story About A
Part 8

            “Kenapa pada pulang?” Seru Alifia disebuah video call yang dilakukan Anna dan Anisa pagi ini disebuah kafe.
            “Maaf ya, bukan apa-apa. Tapi kemarin kita buru-buru banget karena tiba-tiba Anna sama Alfa dipanggil dosen pembimbing mereka, dan alhasil kita langsung pulang berempat tanpa nunggu lo. Maaf ya!” Jawab Anisa memberi alasan yang masuk akal agar Alifia percaya mengapa mereka pulang dahulu tanpa mengemasi barang-barang di villa dan pamit pada Alifia.
            Sejujurnya yang terjadi kemarin pagi adalah, Alfa dengan tiba-tiba saja tidak sadar kan diri dipunggung Afnan saat ia sedang bersandar. Mereka khawatir akan apa yang dialami Alfa dan langsung saja tanpa menunggu persetujuan, mereka membawa Alfa kembali dan memanggilkan dokter kerumahnya.
            Saat itu, Afnan sengaja tidak pulang demi menunggu Alfa siuman. Sedari awal, ia lah yang paling resah diantara mereka. Dan mereka pun sengaja tidak memberitahu Alifia, agar ia tak ikut khawatir.
#          #          #
            “Hellaw!!!” Seru Anna dan Anisa bersama-sama. Mereka sedang berada di rumah Alfa dan mendapati Alfa juga Afnan yang asyik bermain game diruang tengah.
            “Lah kalian? Tumbenan kesini!”
            “Kagak boleh nih? Yah, Anisa kita diusir. Balik yok!” Seru Anna sambil menarik paksa tangan Anisa.
            “Haha, canda ih!”
            “Ini nih, mau nganterin bawaan kalian waktu di villa.”
            “Wahh makasih! Baik deh!” Seru Afnan mengambil tas nya.
            “Dari dulu keles!” Seru Anna juga Anisa dengan volume suara mereka yang mengalahkan suara 8 oktaf milik Agnez Mo.
            “Oh, iya Alfa! Gimana keadaan lu? Udah baikan?”
            “Nah, lu bisa lihat gue sekarang gimana!”
            “Cemen bet dah lu, Al! Baru ditinggal Alifia pergi aja udah kagak sadaran 24 jam! Cowok macam apa lu!” Ledek Anna merebut stick game yang sedang digunakan Afnan.
            “Hei, stick game gue!” Protes Afnan merebut kembali stick nya.
            “Gue pengen main!”
            “Ngga mau, gue belum selesai!”
            “Bentaran, ah! Afnan!”
            “Ih!!!”
            Dan akhirnya Afnan juga Anna pun berebut stick untuk bermain game. Sedang Alfa dan Anisa hanya bisa melihat tanpa bisa menghentikan nya. Mereka tertawa karena Anna dan Afnan ingin memakai stick yang sama padahal stick milik Alfa sedang tidak digunakan.
            Sementara mereka ribut dengan stick game nya. Anisa asyik dengan ponsel dan cemilan di hadapan nya. Ia duduk di sofa disamping Alfa.
            “Anisa! Gue kangen deh kayak dulu lagi.” Ujar Alfa. Ia mulai bercerita akan dirinya yang entah bagaimana perasaan nya terasa tersiksa saat mendapati Alifia pergi bersama seorang lelaki saat mereka sedang membeli ice cream kemarin.
            “Kangen bareng sama Alifia lagi maksudnya? Udahlah, Al. Lagian cowok yang bareng Alifia kemarin itu ngga ada hubungan special kok sama Alifia.”
            “Lu tau dari mana soal itu? Bahkan lu aja belum tau siapa cowok yang gue maksud.”
            “Gue kenal kok sama cowok itu. Dia—“
            “AARRGH!!! AFNAN CURANG!” Teriak Anna membuat Anisa menghentikan bicara nya. Anna lagi-lagi berdebat soal game dengan Afnan.
            “Enggak, ih! Lu aja yang emang kalah! Wlee..” Seru Afnan menjulurkan lidahnya.
            “Lu yang curang, Afnan! Pokoknya gue yang menang di game ini!”
            “Hih, kagak bisa dong! Sekali gue yang menang ya tetap gue!”
            “Enggak! Lu curang!!!”
            “POKOKNYA LU YANG KALAH, ANNA!!!”
            “ENGGAK!!!”
#          #          #
            Singkat cerita, semenjak hari itu, Alfa merasa tubuhnya lemah dan tak kuasa menahan sakit dikepalanya. Alhasil, kini Alfa hanya bisa terbaring disebuah kasur rumah sakit ditemani keempat sahabatnya itu.
            “Gengs, kalian kalo capek pulang aja. Gue disini udah ada yang nemenin kok.” Ujar Alfa. Keempat sahabatnya itu, sudah sejak pagi bertengger di samping ranjang Alfa. Sedangkan Alfa baru dua jam ini siuman.
            “Yaudah, Al. Kita pulang dulu ya! Besok kita kesini lagi kok. Lu jan lupa minum obat!” Seru Afnan. Mereka melihat kegelisahan pada mata Alifia. Maka dari itu mereka memutuskan untuk pergi dan mencoba menenangkan hati Alifia.
            Mereka keluar kamar dan saat itu pula Alifia dengan tanpa ragu memeluk Anna dan Anisa lalu menangis sejadi-jadinya. Mereka menuntun Alifia pergi ke taman, khawatir Alfa mendengar tangisan Alifia.
            “Lu semua jahat! Kenapa sembunyiin keadaan Alfa sama gue? Kenapa cuma gue disini yang baru tau tentang Alfa? Kenapa kalian tega giniin gue?” Tangis Alifia lagi-lagi pecah. Anna, Anisa dan Afnan membiarkan Alifia mengeluarkan kegelisahannya. Mereka mengakui kesalahan mereka karena baru memberitahu Alifia soal keadaan Alfa.
            “Kita minta maaf soal itu. Kita cuma ngga mau bikin lo khawatir. Dan Alfa juga yang kemarin bilang ke gue soal lu yang ngga perlu tau.” Seru Afnan mencoba menjelaskan.
            “Kenapa Alfa lakuin itu? Kenapa dia ngga mau gue tau keadaan dia? Dia bilang kita sahabat, tapi—“
           “Karena dia sayang sama lo, Alifia! Lo harusnya ngerti itu! Dia ngga mau bikin lo khawatir. Dia tau lo lagi deket sama cowok lain, maka dari itu dia ngga mau ganggu lo. Dia ngga mau ngusik kebahagiaan lo! Selama ini, dia rela sakit demi lo. Dia mau lakuin hal yang ngga dia suka demi lo! Dia rela ngapain aja demi lo, Alifia! Tapi lo? Lo malah pergi dan tinggalin dia!”
            “Cowok itu bukan siapa-siapa gue! Dia sekedar kenalan gue. Kalo Alfa pernah lihat gue dapet bunga dari dia. Itu bukan apa-apa. Dia cuma ngasih itu karena dia tau gue suka bunga.”
            “Eh diem! Gue dapet telfon dari mama nya Alfa!” Seru Anna membuat mereka diam.
            “Wa’alaikumsalam, ma.”
            “.....”

            “Ha? Iya ma. Anna sama temen-temen mau kesana.”
            "....."


BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar